Langsung ke konten utama

"Ketika Kenangan Menjadi Luka: Mengenali dan Mengatasi Trauma di Masa Remaja"


Masa remaja adalah fase penting dalam kehidupan, penuh dengan pencarian jati diri dan dinamika emosi. Di balik senyum ceria seorang remaja, seringkali tersembunyi luka batin yang muncul dari pengalaman menyakitkan. Kisah seorang remaja perempuan yang memutuskan merantau sejak duduk di bangku SMP menjadi contoh nyata bagaimana satu keputusan besar bisa menghadirkan perjalanan emosional yang tidak mudah. 

Ia memilih tinggal jauh dari orang tua, demi menuntut ilmu dan membangun kemandirian. Namun, tinggal di lingkungan keluarga besar ternyata tak sehangat yang dibayangkan. Ia merasa tidak diperlakukan setara dengan lainnya, seolah selalu ada jarak yang tak kasat mata. Perasaan terasing dan tertekan perlahan mengikis semangatnya. Merasa tak lagi nyaman, ia memutuskan untuk pindah ke asrama saat masuk SMA. Harapannya sederhana untuk menemukan tempat di mana ia bisa merasa lebih bebas dan tenang. Tapi kehidupan di asrama juga tak luput dari tantangan. Ketika teman-teman lain mendapat kunjungan keluarga, ia hanya bisa menyaksikan dari kejauhan, menahan rindu yang tak bisa disampaikan. Tak ada pelukan, tak ada sapaan hangat yang menenangkannya.

Meski begitu, ia tak pernah menunjukkan rasa rapuh di hadapan orang lain. Setiap hari ia tetap tersenyum, menyimpan semua perasaan sedih dalam diam. Ia percaya bahwa setiap kesulitan pasti ada akhirnya. Ia pernah berkata, "Jika aku menyerah sekarang, aku tidak akan pernah melihat pelangi yang menunggu di ujung jalan." Kalimat itu menjadi pegangan dalam setiap langkahnya. Trauma tak selalu datang dari peristiwa besar. Sering kali, pengalaman yang tampak biasa namun menyakitkan secara emosional bisa meninggalkan luka mendalam, terlebih di masa remaja. Namun dari cerita ini, kita belajar bahwa keteguhan hati dan harapan bisa menjadi penawar. Bahwa meski masa lalu menyakitkan, seseorang bisa bangkit dan tumbuh lebih kuat karenanya. 

Kini, ia menjadi pribadi yang lebih tangguh dan dewasa. Luka-luka itu mungkin tak sepenuhnya hilang, tapi ia telah belajar menerima dan mengubahnya menjadi kekuatan. Kenangan buruk tak lagi menjadi beban, melainkan pelajaran yang membentuk siapa dirinya hari ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Perjalanan Karier Rony Parulian: Dari Panggung Audisi ke Album Pertama"

  Rony Parulian baru saja meliris album pertamanya yang berjudul “Rahasia Pertama” yang liris pada 02  mei 2025, dengan delapan lagu yang akan hadir pada album pertamanya. Rony Parulian lelaki asal jakarta kelahiran 09 juni 2001. Ia memulai karier tarik suara sejak usia dini dengan bergabung dalam grup vokal Golan Junior yang menyanyikan lagu batak. Ia juga pernah mengikuti idola cilik musim 4, namun gagal di tahap audisi. Perjalanannya tidak sampai situ saja di dunia musik ia kembali saat berusia 17 tahun dengan mengikuti ajang indonesia idol dimulai dari indonesia idol (musim 9), indonesia idol (musim10), indonesia idol (musim 11). Tetapi semuanya belum membuahkan hasil. Kemudian ia memutuskan untuk mengikuti kembali ajang indonesia idol (musim 12), hingga berhasil keluar sebagai juara ketiga dan bergabung dengan label Universal Music Indonesia. Dalam perjalanan yang berliku-liku hingga akhirnya ia dapat memiliki album pertamanya dengan judul Rahasia Pertama “Album ini semac...

Datang dan Pergi

  Setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya. ya, kalimat itu selalu terdengar di akhir perpisahan menjadi penutup yang manis bagi cerita yang kadang pahit. Pertemanan yang tak pernah abadi selalu aku rasakan. Kehidupan yang berpindah-pindah membuatku tak pernah menemukan teman yang selalu hadir di sampingku. Aku terbiasa membentuk ikatan cepat, lalu merelakannya lebih cepat lagi. semacam siklus tak berujung yang membuatku mahir beradaptasi, namun lelah secara emosional. Aku memang mengenali banyak orang, tapi tak semuanya menganggapku teman. Mungkin bagiku aku hanyalah latar belakang dari cerita yang sedang mereka jalani. Aku hadir saat dibutuhkan, menjadi telinga saat mereka ingin bersandar. tapi ketika semua kembali baik-baik saja, aku sering kali dilupakan seperti debu di buku yang hanya dibuka saat diperlukan. Sering aku bertanya pada diri sendiri, pakah aku terlalu tersedia? Terlalu mudah percaya, terlalu mudah memberi? Tapi disisi lain, aku juga tahu, itu adalah bagi...