Aku memang mengenali banyak orang, tapi tak semuanya menganggapku teman. Mungkin bagiku aku hanyalah latar belakang dari cerita yang sedang mereka jalani. Aku hadir saat dibutuhkan, menjadi telinga saat mereka ingin bersandar. tapi ketika semua kembali baik-baik saja, aku sering kali dilupakan seperti debu di buku yang hanya dibuka saat diperlukan.
Sering aku bertanya pada diri sendiri, pakah aku terlalu tersedia? Terlalu mudah percaya, terlalu mudah memberi? Tapi disisi lain, aku juga tahu, itu adalah bagian dari diriku yang tak bisa kuhindari. Aku tak bisa menjadi orang yang berpura-pura tidak peduli hanya agar tidak kecewa. Aku mencintai pertemanan dengan tulus, meskipun sering kali aku harus menanggung luka dalam diam.
Rasanya aneh ketika seseorang yang dulu sering berbagi cerita, kini bahkan tak pernah mengucapkan selamat ulang tahun. Rasanya asing ketika orang-orang yang dulu aku perjuangkan, kini tak tahu kabarku. Tapi dari semua kehilangan itu, aku belajar bahwa kehadiran tidak selalu berarti kedekatan, dan kedekatan tidak selalu menjamin keabadian.
Namun, ditengah semua kekecewaan itu, aku belum sepenuhnya kehilangan harapan. aku masih percaya, bahwa diantara banyaknya pertemuan yang singgah sementara, akan ada satu atau dua bahkan lebih yang benar-benar memilih untuk tinggal. Mungkin bukan hari ini, bukan besok. tapi suatu hari nanti, aku percaya akan ada seseorang yang tak hanya melihatku saat ia butuh, tetapi juga mengingatku saat tak ada alasan untuk mengingat.
Sebab pertemanan sejati bukan tentang seberapa seing kita berbicara, tetapi tentang siapa yang tetap tinggal di hati kita meski dunia terus berubah dan waktu terus berlalu. Dan sampai hari itu tiba, aku akan tetap menjadi diriku sendiri: seseorang yang mungkin tak selalu ingat, tapi selalu berusaha tulus dalam setiap pertemuan.
Komentar
Posting Komentar