Langsung ke konten utama

Datang dan Pergi

 



Setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya. ya, kalimat itu selalu terdengar di akhir perpisahan menjadi penutup yang manis bagi cerita yang kadang pahit. Pertemanan yang tak pernah abadi selalu aku rasakan. Kehidupan yang berpindah-pindah membuatku tak pernah menemukan teman yang selalu hadir di sampingku. Aku terbiasa membentuk ikatan cepat, lalu merelakannya lebih cepat lagi. semacam siklus tak berujung yang membuatku mahir beradaptasi, namun lelah secara emosional.

Aku memang mengenali banyak orang, tapi tak semuanya menganggapku teman. Mungkin bagiku aku hanyalah latar belakang dari cerita yang sedang mereka jalani. Aku hadir saat dibutuhkan, menjadi telinga saat mereka ingin bersandar. tapi ketika semua kembali baik-baik saja, aku sering kali dilupakan seperti debu di buku yang hanya dibuka saat diperlukan.

Sering aku bertanya pada diri sendiri, pakah aku terlalu tersedia? Terlalu mudah percaya, terlalu mudah memberi? Tapi disisi lain, aku juga tahu, itu adalah bagian dari diriku yang tak bisa kuhindari. Aku tak bisa menjadi orang yang berpura-pura tidak peduli hanya agar tidak kecewa. Aku mencintai pertemanan dengan tulus, meskipun sering kali aku harus menanggung luka dalam diam.

Rasanya aneh ketika seseorang yang dulu sering berbagi cerita, kini bahkan tak pernah mengucapkan selamat ulang tahun. Rasanya asing ketika orang-orang yang dulu aku perjuangkan, kini tak tahu kabarku. Tapi dari semua kehilangan itu, aku belajar bahwa kehadiran tidak selalu berarti kedekatan, dan kedekatan tidak selalu menjamin keabadian.

Namun, ditengah semua kekecewaan itu, aku belum sepenuhnya kehilangan harapan. aku masih percaya, bahwa diantara banyaknya pertemuan yang singgah sementara, akan ada satu atau dua bahkan lebih yang benar-benar memilih untuk tinggal. Mungkin bukan hari ini, bukan besok. tapi suatu hari nanti, aku percaya akan ada seseorang yang tak hanya melihatku saat ia butuh, tetapi juga mengingatku saat tak ada alasan untuk mengingat.

Sebab pertemanan sejati bukan tentang seberapa seing kita berbicara, tetapi tentang siapa yang tetap tinggal di hati kita meski dunia terus berubah dan waktu terus berlalu. Dan sampai hari itu tiba, aku akan tetap menjadi diriku sendiri: seseorang yang mungkin tak selalu ingat, tapi selalu berusaha tulus dalam setiap pertemuan.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Perjalanan Karier Rony Parulian: Dari Panggung Audisi ke Album Pertama"

  Rony Parulian baru saja meliris album pertamanya yang berjudul “Rahasia Pertama” yang liris pada 02  mei 2025, dengan delapan lagu yang akan hadir pada album pertamanya. Rony Parulian lelaki asal jakarta kelahiran 09 juni 2001. Ia memulai karier tarik suara sejak usia dini dengan bergabung dalam grup vokal Golan Junior yang menyanyikan lagu batak. Ia juga pernah mengikuti idola cilik musim 4, namun gagal di tahap audisi. Perjalanannya tidak sampai situ saja di dunia musik ia kembali saat berusia 17 tahun dengan mengikuti ajang indonesia idol dimulai dari indonesia idol (musim 9), indonesia idol (musim10), indonesia idol (musim 11). Tetapi semuanya belum membuahkan hasil. Kemudian ia memutuskan untuk mengikuti kembali ajang indonesia idol (musim 12), hingga berhasil keluar sebagai juara ketiga dan bergabung dengan label Universal Music Indonesia. Dalam perjalanan yang berliku-liku hingga akhirnya ia dapat memiliki album pertamanya dengan judul Rahasia Pertama “Album ini semac...

"Ketika Kenangan Menjadi Luka: Mengenali dan Mengatasi Trauma di Masa Remaja"

Masa remaja adalah fase penting dalam kehidupan, penuh dengan pencarian jati diri dan dinamika emosi. Di balik senyum ceria seorang remaja, seringkali tersembunyi luka batin yang muncul dari pengalaman menyakitkan. Kisah seorang remaja perempuan yang memutuskan merantau sejak duduk di bangku SMP menjadi contoh nyata bagaimana satu keputusan besar bisa menghadirkan perjalanan emosional yang tidak mudah.  Ia memilih tinggal jauh dari orang tua, demi menuntut ilmu dan membangun kemandirian. Namun, tinggal di lingkungan keluarga besar ternyata tak sehangat yang dibayangkan. Ia merasa tidak diperlakukan setara dengan lainnya, seolah selalu ada jarak yang tak kasat mata. Perasaan terasing dan tertekan perlahan mengikis semangatnya. Merasa tak lagi nyaman, ia memutuskan untuk pindah ke asrama saat masuk SMA. Harapannya sederhana untuk menemukan tempat di mana ia bisa merasa lebih bebas dan tenang. Tapi kehidupan di asrama juga tak luput dari tantangan. Ketika teman-teman lain mendapat kun...